Fenomena Seni Rupa Anak
·
Perlunya Pembelajaran Seni Rupa Pada Anak Usia Dini
Menurut
Sternberg ,kualitas emosional yang tampaknya penting, penting bagi keberhasilan
kualitas ini adalah kemampuan mengenali perasaannya sendiri sewaktu perasaan
atau emosi itu muncul, dan ia mampu mengenali emosinya sendiri apabila ia
memiliki kepekaan yang tinggi atas perasaan mereka yang sesungguhnya dan
kemudian mengambil keputusan- keputusan secara mantap. Kemampuan mengelola
emosi merupakan kemampuan sesorang untuk mengendalikan perasaannya sendiri,
sehingga tidak meledak dan akhirnya dapat mempengaruhi perilakunya secara
wajar. (Sternberg, Saloveri dalam Tolopan; 1997)
Menurut
Pitcer (1982) mengatakan kemampuan membina hubungan bersosialisasi sama artinya
dengan kemampuan mengelola emosi orang lain. Dengan seni rupa akan membantu
anak-anak untuk mengerti orang lain dan memberikan kesempatan dalam pergaulan
sosial dan perkembangan terhadap emosional mereka. Anak-anak dengan kemampuan
ini cenderung mempunyai banyak teman, pandai bergaul. Melalui belajar kelompok
dituntut untuk bekerjasama, mengerti orang lain. Anak merupakan pribadi sosial
yang memerlukan relasi dan komunikasi dengan orang lain untuk memanusiakan
dirinya.Menurut Goleman (1995) mengatakan bahwa idealnya seseorang dapat
menguasai ketrampilan kognitif sekaligus ketrampilan sosial emosional.Melalui
bukunya yang terkenal “Emotional Intelligences (EQ)”, memberikan gambaran
spektrum kecerdasan, dengan demikian anak akan cakap dalam bidang masing-masing
namun juga menjadi amat ahli. Perkembangan Kognitif tidak dating dengan
sendirinya. Untuk mendorong pertumbuhan, kurikulum yang disusun berdasarkan
atas taraf perkembangan anak. Serta harus dapat memberikan pengalaman
pendidikan yang spesifik yaitu melalui pendidikan senirupa di sekolah.
Dari berbagai kegiatan berkarya
seni, penulis mengambil beberapa kegiatan yang biasa dilakukan anak pada saat
pembelajaran, yaitu :
1. Menggambar
Kegiatan
coret mencoret adalah bagian dari perkembangan motorik anak dan anak sangat
menyenangi kegiatan ini, sehingga dengan dorongan guru dan kesempatan yang
diberikan anak akan termotivasi membuat gambar.
Kegiatan
menggambar merupakan salah satu cara manusia mengekspresikan pikiran-pikiran
atau perasaan-perasaanya. Dengan kata lain, gambar merupakan salah satu cara
manusia mengekspersikan pikiran-pikiran atau perasaan-perasaannya. Dengan kata
lain, gambar merupakan salah satu bentuk bahasa.Ada 3 tahap perkembangan anak
yang dapat dilihat berdasarkan hasil gambar dan cara anak menggambar:
Pertama,
tahap mencoret sembarangan. Tahap ini biasanya terjadi pada usia 2-3 tahun.
Pada tahap ini anak belum bisa mengendalikan aktivitas motoriknya sehingga
coretan yang dibuat masih berupa goresan-goresan tidak menentu seperti benang
kusut.Tahap kedua, juga pada usia 2-3 tahun, adalah tahap mencoret terkendali.
Pada tahap ini anak mulai menyadari adanya hubungan antara gerakan tangan
dengan hasil goresannya. Maka berubahlah goresan menjadi garis panjang,
kemudian lingkaran-lingkaran.
Tahap ketiga, pada anak usia 3 ½ – 4
tahun, pergelangan tangan anak sudah lebih luwes. Mereka sudah mahir menguasai
gerakan tangan sehingga hasil goresannyapun sudah lebihTujuan menggambar bagi
anak :
1. Mengembangkan kebiasaan pada anak
untuk mengekspresikan diri
2. Mengembangkan daya kreativitas
3. Mengembangkan kemampuan berbahasa
4. Mengembangkan citra diri anak
2. Finger Painting (Lukisan Jari)
Pada kesempatan kali ini, kita akan
mempelajari salah satu kegiatan di area seni yaitu kegiatan melukis dengan jari
tangan atau bisa dikenal dengan nama finger painting.
Tujuan dari kegiatan ini adalah :
- Dapat melatih motorik halus pada
anak yang melibatkan gerak otot-otot
kecil dan kematangan syaraf.
- Mengenal konsep warna primer
(merah, kuning, biru). Dari warna-warna yang terang kita dapat mengetahui
kondisi emosi anak, kegembiraan dan kondisi-kondisi emosi mereka.
- Mengenalkan konsep pencampuran
warna primer, sehingga menjadi warna yang sekunder dan tersier.
- Mengendalkan estetika keindahan
warna.
- Melatih imajinasi dan kreatifitas
anak.
Ada beberapa metode atau cara dalam
kegiatan finger painting :
• Menggunakan teknik basah (kertas
dibasahi dulu)
• Menggunakan teknik kering (kertas
tidak perlu dibasahi)
·
Fenomena
Gunung Kembar
Saat seorang
anak lahir, indera pendengaran merupakan indera yang berfungsi pertama kali.
Setelah itu indra pendengaran, secara berturut-turut indera penglihatan,
peraba, pengecap, dan pembau. Ketika tangan sudah berfungsi untuk memegang
sesuatu, anak mulai memfungsikan alat tubuh tersebut. Biasanya dimulai dengan
memasukkan semua benda yang bisa diraihnya ke dalam mulut. Selanjutnya
mengetuk-ketukkan semua benda yang bisa dipegang untuk didengar suaranya.
Sebagai latihan terakhir adalah latihan koordinasi antara penglihatan dengan
gerak otot lengan dan tangannya, melalui kegiatan mencorat-coret (Jajang, 1992:
2).
Dari
beberapa pendapatan ahli itu tidak semua akan menjadi realita yang pasti di
lapangan, hal ini karena setiap anak memiliki karakteristik yang berbeda-beda.
Setiap individu anak memiliki keunikan tersendiri yang dapat mematahkan prinsip
dari teori perkembangan gambar menurut beberapa ahli di atas. Anak-anak di
Indonesia contohnya terdapat fenomena gambar gunung kembar. Seperti
gambar berikut. 

Di Indonesia
sejak tahun 40-an, masyarakat sekolah telah mengenal gambar dengan
format: gunung, jalan, laut atau sawah, dan pepohonan. Format gambar penuh
keseimbangan komposisi atas-bawah tersebut sangat awet, sebagai sesuatu yang ‘klasik”,
yang secara sinambung diturunkan antargenerasi hingga masa kini. Terdapat
gambar sepasang gunung-kembar, kadang-kadang diisi tiruan bentuk matahari yang
memancarkan cahaya memancar di sela-sela gunung. Pada bagian langitnya, biasa,
diberi gambar tiruan burung yang sedang terbang (Nyoman Tusan memprihatinkannya
sebagai contoh pemiskinan bentuk yang diajarkan kepada anak-anak). Objek
gambar tersebut memenuhi setengah bagian atas bidang gambar. Pada setengah
bagian bidang gambar bawah digambarkan seruas jalan panjang yang lurus atau pun
berkelok-kelok menuju satu titik hilang (biasanya pola gambar ini dipakai pula
oleh guru ketika mengajarkan materi gambar perspektif di sisi kiri dan
kanan jalan biasanya diisi jejeran pohon atau tiang listrik yang menampakkan
kesan jarak, dimensi, jauh-dekat. Penyeimbang ruang kiri dan kanan bidang
gambar bawah yang telah dibatasi gambar jalan, biasanya diisi tiruan bentuk
sawah datar penuh padi yang baru ditanam (bentuknya berupa garis simpel, yang
“mudah menggambarkannya”, terdiri atas tiga garis yang bertemu pada satu titik
seperti bentuk mata panah yang mengarah ke bawah), atau tegalan luas sejauh
mata memandang yang kadang diseling rumah dan pohon kelapa, bisa juga gambar
laut atau danau dengan satu atau dua buah sampan dan pemancing ikan di atasnya.
Ketika
seorang anak lepas dari lingkungan keluarga yaitu pada saat anak tersebut
memasuki jenjang pendidikan atau bersekolah hal tersebut yang menyebabkan
munculnya fenomena tersebut. Pada saat seorang anak didalam lungkungan keluarga
anak tersebut bebas meluapkan atau mengeluarkan semua imajenasinya dimedia
kertas. namun ketika memasuki masa pendidikan imajinasi mereka tiba-tiba hilang
karena pengaruh dan faktor faktor lainnya yang menyebabkan fenomena gunung
kembar tersebut ada. Fenomena Gunung Kembar ini akan berlanjut sampai
mereka menginjak SMA namun dengan tingkat yang berbeda penggambaran yang
berbeda.
(Tugas
Sepuluh, Tanggal 27-05-2015 Psikologi Seni)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar