Senin, 09 Maret 2015

Tugas 2 Psikologi Seni

Landasan Penggubahan Karya Seni

Dalam menggubah karya seni kita tidak hanya mengandalkan perasaan atau emosi saja, ada hal lainnya yang perlu diperhatikan juga, yaitu pikir dan kesadaran lingkungan. Rasa, pikir, dan kesadaran lingkungan berkaitan dalam diri manusia dan berperan dalam penggubahan karya seni.

Pikiran menentukan hal-hal yang pasti, contohnya dalam menentukan komposisi dan warna sedangkan rasa akan menentukan keindahan dari warna dan komposisi itu. Sehingga akan menjadi satu kesatuan yang kuat dalam karya seni. Bisa dilihat juga pada bunga kamboja, kenapa orang jawa agak takut dengan bunga itu sedangkan orang bali biasa-biasa saja bahkan itu termasuk bunga yang indah bagi mereka, itu karena ada pikiran yang membedakan, bahwa orang jawa takut karena bunga itu biasanya ada di kuburan.

Di samping itu berkarya seni juga perlu memperhatikan lingkungan, karena sering kali manusia melupakan lingkungan karena sedang asiknya berkarya. Kita harus sadar apa yang seharusnya dilakukan supaya lingkungan tetap terjaga dan kegiatan seni juga berjalan.

Karya seni tidak bisa diciptakan, karena yang mencipta hanya Tuhan. Kita hanya bisa menggubahnya kembali menjadi karya seni yang baru.

Seni akan maksimal bila kita mengerjakannya dengan tidak ada tekanan, tidak memaksa diri. Jadi kita harus bisa memanfaatkan waktu luang dengan baik dalam berkarya. Ketika sudah selesai kita bisa berbangga hati karena bisa menyelesaikannya dengan maksimal.

Di jaman yang semakin maju ini, semua hal seni bisa dicari di internet, dan akan memunculkan keinginan akan sesuatu yang instan. Hal itu pasti tidak baik walaupun masih ada keuntungannya, contohnya dalam segi tekhnologi.

Masyarakat berlomba-lomba untuk dapat melakukan sesuatu secara cepat, instan, kilat. Dari hal agama, pendidikan, kehidupan bermasyarakat, gaya hidup, pekerjaan semuanya instan. Dalam hal agama, budaya instan dapat kita lihat dari buku-buku agama yang diterbitkan, misalnya “cara cepat baca al qur’an, 1 jam bisa membaca al’quran, 1 jam mahir qur’an. Saya jadi ingat waktu saya belajar di TPA  dulu, untuk naik dari iqro 3 ke iqro 4 aja susah, atau untuk sampai ke level mulai membaca Al Qur’an harus memerlukan proses.

Dari hal pendidikan sekarang sudah ada kuliah kelas eksekutif dengan lulus lebih cepat, kelas akselerasi, nggak masuk kuliah pun bisa lulus, asal mbayar…hehe. Mahasiswanya pun pengen lulus dengan cara yang instan, SKS (Sistem Kebut Semalam) jadi pedoman belajar, g peduli tahu apa yang dipelajari yang penting lulus. Sampai pada akhirnya menggunakan cara-cara yang tidak dibenarkan, dengan mencontek. Dosenpun nggak kalah sama mahasiswanya, yang penting bisa memenuhi jam mengajar, skali pertemuan 2 atau 3 kali absen, nggak peduli mahasiswanya bisa mengerti atau tidak.


Dari hal kesehatan, ada cara cepat melangsingkan tubuh, cara cepat meninggikan badan, 30 hari tinggi naik 10 cm. Semuanya serba cepat, serba instan, tidak peduli lagi apakah itu baik bagi kesehatan atau tidak. Gaya hidup pun demikian, dari jaman dulu sebelum ada HP (Hand Phone), orang bersilaturahmi ke tetangga, saudara saat lebaran. Sekarang, jangankan mengirim kartu ucapan di kantor pos, cukup dengan SMS silaturahmi bisa tergantikan, bahkan dengan tetanggapun juga demikian. Orang berlomba-lomba makan di makanan cepat saji, yang penting mengikuti trend tanpa mempertimbangkan dampak kesehatan lagi.


Tugas 1 Psikologi Seni

Psikologi Seni



Psikologi : Psyche (Jiwa) + Phisic (fisik)
Seni         : Hasil dari proses hubungan jiwa dan fisik.


Pada tahun 1990-an ini, sebagaimana diung­kapkan John Naisbitt dan Patricia Aburde­ne dalam best-seller Megatrends 2000, seni semakin memasyarakat. Naisbitt dan Aburdene menyebutnya Dasawarsa Renaissans dalam Seni. Semakin populernya seni dalam kehi­dupan masyarakat dapat membuka wawasan baru tentang kegunaan seni. Seni tidak hanya dipandang sebagai sarana untuk mendapatkan hiburan (bagi penikmat atau konsumen seni) atau wadah untuk mengekspresikan pikiran, perasaan, atau persepsi seseorang (bagi pen­cipta karya seni). Lebih dari itu, seni dapat dipakai seba­gai terapi bagi penderita gangguan kejiwaan. Peng­gunaan seni dalam psikoter­api merupakan salah satu titik temu psikologi dengan seni.
Pemanfaatan seni se­bagai terapi ini dilatar-bela­kangi oleh semakin kompleksnya permasalahan ma­nusia moderen. Kehidupan moderen yang ditandai oleh kompetisi yang terkadang ta' mengenal rasa kemanusiaan sering terjadi dalam kehi­dupan ini. Karena kerasnya kehidupan itulah, maka bermunculan berbagai bentuk gangguan kejiwaan, seperti stres, de­presi, alienasi (keterasingan); kehilangan makna hidup, dan sebagainya. Adanya prob­lem-problem manusia moderen itu di satu sisi dan adanya kemungkinan memanfaatkan karya-karya seni dalam upaya penyembuhan gangguan kejiwaan manusia moderen di sisi lain mendorong lahirnya apa yang disebut sebagai terapi seni.
Di Eropa dan Amerika, seni sebagai terapi sudah berkembang sedemikian rupa. Saat ini dikenal apa yang disebut terapi drama, terapi tari, terapi musik, terapi lukis, bahkan terapi fotografi, terapi humor, dan tentu saja terapi puisi. Terapi-terapi ini digunakan di rumah sakit, klinik kejiwaan, maupun di rumah praktik spe­sialis psikologi dan psikiatri.
Di Indonesia, terapi seni juga telah dikenal dan dimanfaatkan kegunaannya. Di Kota Ma­lang, Jawa Timur, tepatnya di Klinik Kejiwaan Romo Jansen, terapi puisi sudah menjadi ba­gian dari upaya penyembuh­an bagi penderita gangguan kejiwaan.
Dengan demikian, terapi puisi dapat dipandang se­bagai sebuah alternatif dari terapi-terapi seni yang telah ada selama ini. Bahkan, tera­pi puisi dapat pula disebut se­bagai bagian dari terapi-te­rapi psikologi yang telah ber­kembang selama ini, seperti terapi psikoanalisis, terapi perilaku, terapi kognitif, terapi humanistik, terapi kelompok, terapi Gestalt, terapi rasio­nal-emotif, dan sebagainya.
Terapi puisi dapat dimanfaatkan kegunaan­nya karena puisi dapat mengekspresikan gan­jalan hati seseorang dan bila puisi itu diba­cakan atau ditulis dalam suatu media atau da­lam kelompok terapi memberi peluang ada­nya umpan balik dari pendengar atau pembaca.
Kalau kita ingat bahwa salah satu fungsi terapi adalah bagaimana penderita gangguan kejiwaan dapat membebaskan dirinya dari berbagai ganjalan hidup yang dialaminya, maka puisi karangan penderita adalah pilihan utama. Dengan mengarang puisi ini diharapkan mere­ka dapat mengungkapkan permasalahan-per­masalahannya, uneg-unegnya, obesesi-obse­sinya. Penggunaan puisi ciptaan penderita gangguan kejiwaan dianggap sebagai bahan yang paling efektif bagi penyembuhan penderita dibandingkan bila puisi itu ciptaan terapis atau puisi karya penyair terkenal.

Sumber referensi : http://articles-morearticles.blogspot.com/search?q=seni+dan+psikologi