Kamis, 29 Desember 2016

PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK MASA REMAJA



PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK MASA REMAJA

Definisi Masa Remaja
Menurut Piaget (dalam Hurlock, 1999) secara psikologis masa remaja merupakan usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat. Lazimnya masa remaja dimulai pada saat anak matang secara seksual dan berakhir sampai ia matang secara hukum. Penelitian tentang perubahan perilaku, sikap dan nilai-nilai sepanjang masa remaja menunjukkan bahwa  perilaku, sikap dan nilai-nilai pada awal masa remaja berbeda dengan pada akhir masa remaja (Hurlock, 1999), oleh sebab itu masa remaja masih dibedakan dalam fase-fase tertentu. 

Hurlock (1999), membagi masa remaja menjadi dua bagian, yaitu masa remaja awal dan masa remaja akhir. Awal masa remaja berlangsung kira-kira dari usia 13–16 tahun, dan akhir masa remaja bermula dari usia 17 tahun sampai 18 tahun, yaitu usia yang dianggap matang secara hukum.  

Monks, dkk. (2001), batasan usia remaja adalah antara usia 12 tahun hingga usia 21 tahun. Monks membagi masa remaja menjadi tiga fase, yaitu: 
  1. Fase remaja awal dalam rentang usia 12–15 tahun,  
  2. Fase remaja madya dalam rentang usia 15–18 tahun, 
  3. Fase remaja akhir dalam rentang usia 18–21 tahun.  
Sementara di Indonesia, masa remaja masih merupakan masa belajar di sekolah, umumnya mereka masih belajar di Sekolah Menengah Pertama, 

Menengah Atas atau Perguruan Tinggi  (Monks, dkk., 2001). Negara Indonesia, menetapkan batasan remaja mendekati batasan usia remaja (youth) yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa yaitu, usia 14-24 tahun. Usia 24 tahun merupakan batas maksimal untuk  individu yang belum dapat memenuhi persyaratan kedewasaan secara sosial maupun psikologis. Hukum Indonesia hanya mengenal anak-anak dan dewasa, berdasarkan Undang-undang Kesejateraan Anak (UU No. 4/1979) menganggap semua orang di bawah usia 21 tahun dan belum menikah sebagai anak-anak (dalam Sarwono, 2006). 

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa masa remaja dimulai pada saat anak matang secara seksual dan berakhir sampai ia matang secara hukum, rata-rata batasan usia remaja berkisar antara usia 12 hingga 24 tahun, dengan pembagian fase remaja awal berkisar antara usia 12 -15 tahun, fase remaja madya berkisar antara  usia 15 – 18 tahun dan fase remaja akhir berkisar antara usia 18 – 21 tahun. Batasan maksimum usia 24 tahun, untuk individu yang belum dapat memenuhi persyaratan kedewasaan secara sosial maupun psikologis dan belum menikah. 


Periode masa remaja memiliki ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan periode sebelum dan sesudahnya. Monks (2001), menyatakan masa remaja merupakan periode peralihan, peralihan ini lebih dirasakan pada masa awal remaja. Masa awal remaja juga dirasakan sebagai masa perubahan, Hurlock (1980), mengemukakan perubahan-perubahan yang terjadi pada masa ini antara lain meningginya emosi yang pada masa awal remaja biasanya terjadi lebih cepat.  

Masa remaja merupakan masa yang tumpang tindih dengan masa pubertas, dimana remaja mengalami ketidakstabilan sebagai dampak dari perubahan-perubahan biologis yang dialaminya (Hurlock, 1999). Remaja usia empat belas tahun seringkali mudah marah, mudah  dirangsang dan emosinya cenderung meledak-ledak, serta tidak berusaha untuk mengendalikan perasaannya. Sementara remaja usia enam belas tahun, yang merupakan masa remaja madya, sudah mulai stabil dalam menghadapi perubahan serta tekanan sosial yang dihadapinya (Monks, dkk., 2001). Hal yang sama dikemukakan oleh Gessel (dalam Monks, dkk., 2001), bahwa masa  usia sebelas tahun lebih tegang dibandingkan dengan usia enam belas tahunan, dimana pada usia enam belas ini remaja sudah mulai lebih bebas dari rasa keprihatinan.  

Usia enam belasan, remaja sudah memasuki tahap berpikir operasional formal, dimana remaja sudah mampu berpikir secara sistematis mengenai hal-hal yang abstrak serta sudah mampu menganalisis secara lebih mendalam mengenai sesuatu hal (Hurlock, 1999). Pada usia awal remaja, remaja masih berada dalam tahap peralihan dimana remaja lebih menunjukkan ketidakstabilannya. Namun, pada remaja usia lima belasan, ketidakstabilan tersebut mulai menurun, sehingga kemampuan berpikirnya sudah lebih matang dibandingkan usia sebelumnya (Sarwono, 2006). 

Piaget (dalam Satrock, 2003), menyatakan bahwa tahap operasional formal  muncul sekitar usia 11 sampai 15 tahun. Pemikiran operasional formal ini tumbuh pada tahun-tahun remaja madya. Pada usia ini akomodasi terhadap pemikiran operasional formal sudah mulai ditandai  adanya pemantapan yang lebih lanjut. Pemikiran operasional formal bersifat  lebih abstrak dan idealitis, serta lebih berpikir logis. Remaja usia ini mulai berpikir seperti ilmuwan, menyusun rencana pemecahan masalah dan secara sistematis menguji cara-cara pemecahan yang dipikirkannya.  

Perkembangan moral pada masa remaja madya sudah memasuki tahap konvensional, yaitu berorientasi untuk menjaga sistem. Remaja mengikuti sistem moral tertentu karena memang itulah yang ada di lingkungan ia tinggal, tingkah laku yang ditunjukkan untuk mempertahankan norma-norma tertentu. Masa strom  dan stres pada remaja usia lima belasan sudah mulai mereda, sehingga sikap dan perilakunya sudah kurang dipengaruhi akibat masa  peralihan dan kematangan organ-organ seksual. Namun, bila remaja gagal melewati tugas-tugas pada masa pubertas maka hal tersebut akan menghambat perkembangan selanjutnya yang akan mempengaruhi penyesuaian dirinya (Hurlock, 1999). 

Remaja yang tidak membentuk dasar konsep diri yang baik selama masa kanak-kanak dan masa awal remaja tidak dapat memenuhi tugas-tugas perkembangan masa remaja. Pada masa remaja, pola kepribadian yang sudah terbentuk dari konsep diri selama masa sebelumnya sudah mulai stabil dan cenderung menetap sepanjang hidupnya dengan hanya sedikit perbaikan (Hurlock, 1999). Remaja yang penyesuaiannya buruk,  terutama yang sudah terbiasa akan tumbuh rasa tidak puas pada diri sendiri dan memunculkan sikap-sikap yang buruk.  

Perkembangan konsep diri yang buruk dapat mengakibatkan munculnya sikap penolakan diri serta egosentrisme yang cenderung menetap, yang akan mempengaruhi penentuan pola sikap dan perilakunya dalam hubungannya dengan orang lain. Egosentrisme remaja menggambarkan meningkatnya kesadaran diri remaja yang terwujud pada keyakinan mereka bahwa orang lain memiliki perhatian yang amat besar, sebesar perhatian mereka terhadap diri mereka, dan terhadap perasaan keunikan pribadi mereka.  

Sebagian remaja, pada usia remaja madya sudah mulai tidak mengalami kebingungan yang cukup signifikan, ia sudah mulai berusaha menentukan mana yang harus dipilih dan mana yang  tidak, melakukan keinginannya dengan mempertimbangkan segala hal. Namun, tidak jarang remaja yang dalam usaha mencapai kestabilan tersebut tidak berada pada jalur yang benar. Remaja berusaha mencari sesuatu hal yang memang sesuai dengan dirinya dan keinginannya (Sarwono, 2006). 

Berdasarkan ciri-ciri perkembangan  remaja yang dikemukakan diatas, dapat disimpulkan pada masa awal remaja madya bukanlah masa yang mudah untuk dilewati, sebagian besar remaja usia remaja madya sudah mulai lepas dari kebingungan dan stres, sehingga dalam membuat keputusan dan berperilaku sudah lebih mempertimbangkan dengan menggunakan kemampuan analisis yang sistematis untuk mencapai kestabilan. Namun, tidak semua remaja melewati masa ini di jalur yang sesuai, remaja yang tidak mampu menyesuaikan perubahan dirinya dengan baik akan mengikuti jalur yang menyimpang. 
         Dua hal yang berpengaruh terhadap perkembangan remaja yaitu:
1.      Hereditas
Hereditas adalah pewarisan watak dari induk ke keturunannya baik secara biologis melalui gen (DNA) atau secara sosial melalui pewarisan gelar, atau status sosial. Hereditas merupakan proses penurunan sifat – sifat atau cirri – cirri dari satu generasi ke generasi lain dengab perantara plasma benih. Ada beberapa warisan yang dibawa oleh anak dari orang tuanya diantarannya,
a.       Bentuk tubuh dan warna kulit
b.      Sifat – sifat
c.       Intelegensi
d.      Bakat
e.       Cacat tubuh atau penyakit
2.      Lingkungan
Merupakan sesuatu yang berada diluar anak dan mempengaruhi perkembangannya yang mana bisa bersifat fisiologis, psikologis, maupun sosial- cultural. Ada tiga lingkungan yang akan dilalui anak dianntaranya lingkunagn keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat.
a.       Lingkungan Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan utama dan pertama sebagai pengembangan watak bagi anak dalam mengikuti pekembangan pendidikan selanjutnya. Menurut Ki Hajar Dewantara, suasana kehidupan keluarga merupakan tempat yang sebaik – baiknya untuk melakuakn pendidikan, baik pendidikan individual maupun pendidikan sosial. Setiap anggota keluarga memiliki peran tertentu sesuai kedudukannya. Ada beberapa dasar tanggung jawab keluarga yang perlu diperhatikan, diantarannya :
·         Dorongan atau motivasi cinta kasih yang menjiwai hubungan anak dan orang tua.
·         Dorongan atau motivasi kewajiban moral
·         Tanggung jawab sosial
·         Membahagiakan anak
·         Memelihara dan membesarkan anak

b.      Lingkungan Sekolah
Sekolah adalah pendidikan yang mempunyai dasar, tujuan isi, metode, alat – alatnya, disusun secara eksplisit, sisitematis dan distandarisasikan. Setelah anak tumbuh dewasa, dunia semakin luas. Sekarang bukan hanya lingkungan keluarga yang memepengaruhinya melainkan juga lingkungan sekolah. Sekolah merupakan lembaga pendiidkan yang sengaja didirikan khusus untuk tempat pendidikan, maka sekolah merupakan lembaga pendidikan setelah keluarga, dimana guru sebagai pendidiknya.

c.       Lingkungan Masyarakat
Masyarakat merupakan kumpulan dari beberapa keluarga yang antara satudan lainnya terikat oleh tata nilai aturan baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Dimana lingkungan sebagai tempat pengaplikasian pengetahuan, keterampilan, serta pengalaman yang diperoleh dari pendidikan keluarga dan sekolah.

WHO (1974)
            Remaja individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda – tanda seksual sekundernya sampai saat dia mencapai kematangan seksual. Individu yang mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari masa kanak – kanak ke masa dewasa. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepaada keadaan yang relative lebih mandiri.
              Cirri – cirri remaja menurut Erikson, mengatakan identitas diri yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya. Sedangakan menurut Gunarsa (1989), remaja memiliki beberapa cirri – cirri sebagai berikut yaitu 1) canggung dalam pergaulan, 2) emosi tidak stabil, 3) ada perasaan kosong, 4) ada sikap menentang orang tua, 5) adamya pertentangan di dalam dirinya.
Sumber : dream4li.blogspot. com
Makalah19.blogspot. com

1 komentar:

  1. Slot88 Casino Site – The History of the Casino | LuckyClub
    Slot88 Casino is a popular online casino owned and operated by Microgaming. luckyclub Although their website uses a white label, it is currently not known for its

    BalasHapus