PERKEMBANGAN
PESERTA DIDIK PERKEMBANGAN SENI RUPA ANAK - ANAK
MENGENAL
PERKEMBANGAN SENI RUPA ANAK-ANAK
Pemahaman dunia kesenirupaan
anak-anak diperlukan dalam kegiatan belajar mengajar seni rupa terutama untuk:
- Memilih pendekatan dalam membina interaksi belajar mengajar yang baik;
- Merancang bahan pengajaran, baik tahunan, semesteran, harian;
- Memilih dan menentukan jenis kegiatan yang sesuai dengan pusat minat (perangsang daya cipta) pada saat-saat tertentu;
- Memilih dan menetukan metode yang akan digunakan dalam proses pembelajaran; dan
- Mengadakan evaluasi agar kita tidak keliru dalam menggunakan tolok ukur, agar ciri-ciri keberhasilan gambar buatan orang dewasa tidak digunakan untuk mengukur keberhasilan gambar buatan anak kecil.
A. Perkembangan Seni Rupa Anak Sekolah Dasar
Setiap guru SD perlu mengenal latar
belakang anak didiknya, khususnya landasan teori tentang dunia kesenirupaan
anak yang telah dikembangkan oleh para ahli, agar ia dapat memilih strategi
pembelajaran yang sesuai dengan kondisi siswa. Anak Sekolah Dasar (SD) berusia
sekitar 6 - 12 tahun. Berdasarkan teori tahap-tahap perkembangan
menggambar/seni rupa secara garis besar dapat dibedakan dua tahap
karakteristik, yaitu kelas I sampai dengan kelas III ditandai dengan kuatnya
daya fantasi-imajinasi, sedangkan kelas IV sampai dengan kelas VI ditandai
dengan mulai berfungsinya kekuatan rasio. Perbedaan kedua karakteristik ini
tampak pada gambar-gambar (karya dua dimensi) atau model, patung dan perwujudan
karya tiga dimensi lainnya.
Ada dua cara untuk memahami
perkembangan seni rupa anak-anak. Pertama, mengkaji teori-teori yang berkaitan
dengan perkembangan senirupa anak menurut para ahli. Kedua, mengamati dan
mengkaji karya anak secara langsung. Hal ini dapat dilakukan dengan
mengumpulkan karya anak berdasarkan rentang usia yang relevan dengan teori yang
telah kita pelajari. Melalui kegiatan ini, diharapkan kita bisa memahami
perkembangan seni rupa anak secara komprehensif.
Dalam psikologi perkembangan
dinyatakan baha pada rentang kehidupan manusia khususnya anak ada yang disebut
masa keemasan yang dikenal dengan masa peka. Hal ini dipertegas oleh Piere
Duquet (1953: 41) bahwa: “ A childre who does not draw is an anomaly, and
particulary so in the years between 6 an 10, which is outstandingly the golden
age of creative expression”.
Pada masa peka atau keemasan ini
anak harus diberi kesempatan agar potensi yang dimilikinya berfungsi secara
maksimal. Masa peka tiap orang berbeda-beda. Secara umum, masa peka menggambar
ada pada masa lima tahun, sedangkan masa peka perkembangan ingatan logis pada
umur 12 dan 13 tahun (Muharam dan Sundaryati, 1991: 33).
Selanjutnya, untuk terciptanya
kesempatan bagi siswa agar dapat melakukan ekspresi kreatif, maka guru perlu
melakukan kegiatan berupa: 1) memberi perangsang (stimulasi) kepada siswa, 2)
guru dapat mempertajam imajinasi dan memperkuat emosi siswa dengan menggunakan
metode pertanyaan yang dikembangkan Sokrates.
Kemampuan siswa kelas rendah dalam
membuat gambar tampak lebih spontan dan kreatif dibandingkan dengan siswa kelas
tinggi. Hal ini terjadi karena semakin tinggi usia anak, maka kemampuan
rasionya semakin berkembang sehingga dapat berpikir kritis. Kondisi ini akan
mempengaruhi anak dalam hal spontanitas dan kreatifitas karya. Bila rasionya
sudah berfungsi dengan baik, maka dalam membuat karya seni, misalnya
menggambar, mereka selalu mempertimbangkan objek gambar secara rasional; bentuk
yang baik, proporsi yang tepat, penggunaan warna yang cocok sesuai dengan benda
yang dilihatnya.
Sejalan dengan pendapat di atas,
sebagai guru pendidikan seni rupa perlu memahami perkembangan artistik (artistic
development) peserta didik. Sehubungan dengan itu, Dennie Wolf dan Howard
Gardner (Hausman, 1980: 56) mendeskripsikan perkembangan artistik anak sebagai
berikut:
PERKEMBANGAN
ARTISTIK (Artistic Development)
PHASE
|
AGE
|
MAJOR FEATURE
|
CHALLENGE FOR EDUCATION IN THE ART
|
Child as Drect Communicator
|
0-18-24 month
|
Fundamental forms of direct
communication; acquisition of a trusting relation with other Awareness of a
stable object world to communicate about
|
Transition from direct bodily
expression to more “distant” and rigorous symbolic expressions (i.e., from
crying to asking, from grabbing to pointing)-with the convidence that tht
audience of “other” will watch, listen, and respond
|
Child as Symbol User
|
18-24 months-5-7 years
|
Understanding the fundamentals of
symbol use: creating an “reading”
|
Transition from aspontaneous and
idiosyncratic to socioculturally dictated forms of representation (i.e., from
subjective portrayals to realism) Still preserving spontaneity originality,
individuality
|
Youth as Craftsman
|
5-7-11-13 years
|
Socialization of self-expression;
emergence of conscience Urge for competence; impluence of peers Emergence of
basic categoris of adult thought; decline in egocentrism
|
Transition from strict competence
to a recombination of craft with self expression; the acquisition of critical
tools as well as articulated personal tastes and standards without paralyzing
feelings of inadequacy
|
Youth as Critic and Full Participant
in the Artistic Process
|
11-13 years on
|
The internalization of thougt
Reflectivity Capacity to think hypotetically and to confron choices
|
Berdasarkan pandangan pada tabel di
atas, anak usia sekolah dasar (7-13 tahun) memiliki kompetensi untuk memadukan
karya kerajinan (craft) dengan kemampuan ekpresi diri. Selain itu pula
kemampuan kritik juga dimiliki sejalan dengan perkembangan intelektualnya.
Secara khusus, karakteristik anak pada usian 11- 13 tahun ini adalah memiliki
kemampuan berpikir kritis dan ikut terlibat dalam proses artistik.
Secara umum dapat dikatakan bahwa
karya seni rupa anak bersifat ekspresif dan dinamis (Camaril, dkk. 1999). Apa
yang digambarkan anak mencerminkan pribadinya, mengungkapkan apa yang
diketahuinya dan tidak menggambar sesuai dengan kenyataan. Kesukaan akan gerak
digambarkan dengan warna tajam mencolok serta objek-objek penuh gerak seperti
binatang, orang, kendaraan. Tetapi, jika dikaji ternyata bahwa secara umum
terjadi pentahapan (periodisasi) dalam perkembangan dunia kesenirupaan anak.
B. Periodisasi Perkembangan Seni Rupa anak-anak
Pengelompokan periodisasi karya seni rupa anak dimaksudkan agar kita mudah mengenali karakteristik perkembangan anak berdasarkan usianya. Dalam mengungkapkan gagasannya, anak masih memandang gambar sebagai satu ungkapan keseluruhan. Hal ini belum tampak bagian demi bagian secara rinci. Yang tampak hanyalah bagian-bagian kecil yang menarik perhatian, terutama yang menyentuh perasaan dan keinginannya.
Ada beberapa tokoh yang telah melakukan kajian yang seksama berkenaan dengan periodisasi karya seni rupa anak, di antaranya Corrado rici dari Italia (1887), Kemudian dilanjutkan oleh Sully, Kerchensteiner, William Stern, Cyrul Burt, Margaret Meat, Victor Lowenfeld dan Brittain, Rhoda Kellogg, Scot, Langsing, dan lain-lain.
1. Perodisasi menurut Kerchensteiner (Muharam dan Sundaryati, 1991: 34)
Upaya yang telah dilakukan Kerchensteiner adalah mengadakan penyelidikan pada anak-anak dari masa bayi sampai empat belas tahun. Dari 100.000 buah gambar ia menggolongkannya dalam beberapa periode, masa, yaitu:
- Masa Mencoreng : 0 - 3 tahun
- Masa bagan : 3 - 7 tahun
- Masa bentuk dan garis : 7 - 9 tahun
- Masa bayang-bayang : 9 - 10 tahun
- Masa persfektif : 10 - 14 tahun
2. Periodisai menurut Cyrl Burt
(Lowenfeld, 1975: 118-119)
Membagi periodisasi gambar menjadi tuju tingkatan, yaitu:
Membagi periodisasi gambar menjadi tuju tingkatan, yaitu:
- Masa mencoreng : 2 - 3 tahun
- Masa garis : 4 tahun
- Masa simbolisme deskriptif : 5 - 6 tahun
- Masa realisme deskriftif : 7 - 8 tahun
- Masa realisme visual : 9 - 10 tahun
- Masa represi : 10 – 14 tahun
- Masa pemunculan artistic : masa adolesen
3. Periodisasi masa perkembangan
seni rupa anak menurut Viktor Lowenfeld dan Lambert Brittain adalah:
Penyelidikan yang dilakukan terhadap anak-anak usia 2 sampai 17 tahun menghasilkan periodisasi sebagai berikut:
Penyelidikan yang dilakukan terhadap anak-anak usia 2 sampai 17 tahun menghasilkan periodisasi sebagai berikut:
- Masa mencoreng (scribbling) : 2-4 tahun
- Masa Prabagan (preschematic) : 4-7 tahun
- Masa Bagan (schematic period) : 7-9 tahun
- Masa Realisme Awal (Dawning Realism) : 9-12 tahun
- Masa Naturalisme Semu (Pseudo Naturalistic) : 12-14 tahun
- Masa Penentuan (Period of Decision) : 14-17 tahun.
4. Periodisasi masa perkembangan
seni rupa anak menurut Rhoda Kellog dan Scott (Muharam dan
Sundaryati, 1991: 34-35)
Beliau melakukan penelitian di 30 negara dengan lukisan/gambar anak yang diteliti lebih dari 1.000.000 gambar. Hasil penelitiannya terhadap gambar anak-anak cicatat dengan teliti.
Sundaryati, 1991: 34-35)
Beliau melakukan penelitian di 30 negara dengan lukisan/gambar anak yang diteliti lebih dari 1.000.000 gambar. Hasil penelitiannya terhadap gambar anak-anak cicatat dengan teliti.
- Coretan dan corengan (Scribble and Scriblin) : 2 - 3 tahun
- Rahasia bentuk (The Secrets of Shape) : 2 - 4 tahun
- Seni Kontur (Art in Outline) : 2 - 4 tahun
- Anak dan desain (The Child and Design) : 3 - 5 tahun
- Mandala, matahari dan Radial (Mandlas, Suns, and Radials): 3 - 5 tahun
- Manusia People) : 4 - 5 tahun
- Mirip Gambar (AlmostPictures) : 4 – 6 tahun
- Gambar (Pictures) : 5 –7 tahun
5. Periodisasi masa perkembangan seni rupa anak menurut
Lansing (Kamaril, 1999: 2.38)
- Masa coreng-moreng : 2-4 tahun
- Masa/tahap figurative : 3-12 tahun
- Sub tahap permulaan figuratif : 3 -7 tahun
- Sub tahap pertengahan figuratif : 9-10 tahun
- Sub tahap akhir figuratif : 9-12 tahun
- Tahap artistik : 12 tahun ke atas
Berdasarkan tahapan periodisasi di
atas, pada bahan belajar mandiri ini Anda akan mempelajari pendapat yang
dikemukakan antara lain dari Viktor Lowenfeld dan Brittain. Alasan pemilihan
pendapat tokoh ini karena pembagian usia anak lebih lengkap dan dipandang
mewakili, sesuai dengan jenjeng pendidikan di negara kita, yaitu usia 7 – 12
tahun (SD), 13 – 15 tahun (SMP), dan usia 16 –18 tahun (SMA).
Tahap perkembangan menurut Viktor Lowenfeld dan Lambert Brittain (1970) dalam: Creative and Mental Growth membagi periodisasi perkembangan seni rupa anak sebagai berikut:
1. Masa Coreng-Moreng (Scribbling Period)
Kesenangan membuat goresan pada
anak-anak usia dua tahun bahkan sebelum dua tahun sejalan dengan perkembangan
motorik tangan dan jarinya yang masih menggunakan motorik kasar. Hal ini dapat
kita temukan anak yang melubangi atau melukai kertas yang digoresnya.
Goresan-goresan yang dibuat anak usia 2-3 tahun belum menggambarkan suatu
bentuk objek. Pada awalnya, coretan hanya mengikuti perkembangan gerak motorik.
Biasanya, tahap pertama hanya mampu menghasilkan goresan terbatas, dengan arah
vertikal atau horizontal. Hal ini tentunya berkaitan dengan kemampuan motorik
anak yang masih mengunakan moRotik kasar. Kemudian, pada perekmbangan
berikutnya penggambaran garis mulai beragam dengan arah yang bervariasi pula.
Selain itu mereka juga sudah mampu mambuat garis melingkar.
Periode ini terbagi ke dalam tiga
tahap, yaitu: 1) corengan tak beraturan, 2) corengan terkendali, dan 3)
corengan bernama.
Ciri gambar yang dihasilkan anak
pada tahap corengan tak beraturan adalah bentuk gembar yang sembarang,
mencoreng tanpa melihat ke kertas, belum dapat membuat corengan berupa lingkaran
dan memiliki semangat yang tinggi
Corengan terkendali ditandai dengan
kemampuan anak menemukan kendali visualnya terhadap coretan yang dibuatnya. Hal
ini tercipta dengan telah adanya kerjasama antara koordiani antara perkembangan
visual dengan perkembamngan motorik. Hal ini terbukti dengan adanya pengulangan
coretan garis baik yang horizontal , vertical, lengkung , bahkan lingkaran.
Corengan bernama merupakan tahap
akhir masa coreng moreng. Biasanya terjadi menjelang usia 3-4 tahun, sejalan
dengan perkembangan bahasanya anak mulai mengontrol goresannya bahkan telah
memberinya nama, misalnya: “rumah”, “mobil”, “kuda”. Hal ini dapat digunakan
oleh orang tua atau guru pada jenjang pendidikan usia dini (TK) dalam
membangkitkan keberanianan anak untuk mengemukakan kata-kata tertentu atau
pendapat tertentu berdasarkan hal yangdigambarkannya.
Anak-anak memiliki jiwa bebas,
ceria. Mereka sangat menyenangi warna-warna yang cerah misalnya dari crayon.
Kesenangan menggunakan warna biasanya setelah ia bisa memberikan judul terhadap
karya yang dibuatnya. Penggunaan warna pada masa ini lebih menekankan pada
penguasaan teknik-mekanik penempatan warna berdasarkan kepraktisan
penempatannya dibandingkan dengan kepentingan aspek emosi.
Pada masa mencoreng, bila anak
difasilitasi oleh orang tua maka akan memiliki peluang untuk melakukan kreasi
dalam hal garis dan bentuk, mengembangkan koordinasi gerak, dan mulai menyadari
ada hubungan gambar dengan lingkungannnya. Hal yang paling penting yang harus
dilakukan oleh orang tua dan guru pada masa ini adalah dengan memberi perhatian
terhadap karya yang sedang dibuat anak sehingga tercipta kemampuan komunikasi
anak dengan orang deswasa secara melalui bahasa visual.
Gambar 3.
1
Setiap
anak (usia 2-3 tahun) pada umumnya senang menggoreskan sesuatu
(pensil,
pena dan sejenisnya). Goresannya tak beraturan
Sumber:
Dokumentasi pribadi
2. Masa Pra Bagan (Pre Schematic
Period)
Usia anak pada tahap ini bisanya
berada pada jenjang pendidikan TK dan SD kelas awal. Kecenderungan umum pada
tahap ini, objek yang digambarkan anak biasanya berupa gambar kepala-berkaki.
Sebuah lingkaran yang menggambarkan kepala kemudian pada bagian bawahnya ada
dua garis sebagai pengganti kedua kaki.
Ciri-ciri yang menarik lainnya pada
tahap ini yaitu telah menggunakan bentuk-bentuk dasar geometris untuk memberi
kesan objek dari dunia sekitarnya. Koordinasi tangan lebih berkembang. Aspek
warna belum ada hubungan tertentu dengan objek, orang bisa saja berwarna biru,
merah, coklat atau warna lain yang disenanginya.
Gambar
3.2
Kepala
berkaki, ciri umum gambar anak usia 2-4 tahun
Sumber:
Dokumentasi Pribadi
Penempatan dan ukuran objek bersifat
subjektif, didasarkan kepada kepentingannya. Jika objek gambar lebih
dikenalinya seperti ayah dan ibu, maka gambar dibuat lebih besar dari yang
lainnya. Ini dinamakan dengan “perspektif batin”. Penempatan objek dan
penguasan ruang belum dikuasai anak pada usia ini.
Gambar
3.3
Objek yang
penting, “Bapak” dan “Ibu” dibuat lebih besar
Sumber:
Dokumentasi pribadi
3. Masa Bagan (Schematic Period)
Konsep bentuk mulai tampak lebih
jelas. Anak cenderung mengulang bentuk. Gambar masih tetap berkesan datar dan
berputar atau rebah (tampak pada penggambaran pohon di kiri kanan jalan yang
dibuat tegak lurus dengan badan jalan, bagian kiri rebah ke kiri, bagian kanan
rebah ke kanan). Pada perkembangan selanjutnya kesadaran ruang muncul dengan
dibuatnya garis pijak (base line).
Gambar
3.4
Penempatan
objek gambar terletak pada garis dasar gambar (base line)
Sumber:
Dokumentasi Pribadi
Penafsiran ruang bersifat subjektif,
tampak pada gambar “tembus pandang” (contoh: digambarkan orang makan di
ruangan, seakan-akan dinding terbuat dari kaca). Gejala ini disebut dengan
idioplastis (gambar terawang, tembus pandang). Misalnya gambar sebuah rumahyang
seolah-olah terbuat dari kaca bening, hingga seluruh isi di dalam rumah
kelihatan dengan jelas.
Gambar
3.5
Idioplastis,
objek yang digambar tampak tembus pandang
Sumber:
Dokumentasi Pribadi
Kenyataan di atas diperkuat oleh
pandangan Max Verworm (Zulkifli, 2002: 45) bahwa anak menggambar benda-benda
menurut apa yang dilihatnya. Hasil karya anak-anak itu disebutnya gambar
fisioplastik. Anak yang belum berumur 8 tahun belum mampu menggambar apa yang
dilihatnya tetapi mereka menggambar maenurut apa yang sedang dipikirkannya.
Hasil karya mereka itu disebut gambar ideoplastik.
Pada masa ini juga, kadang-kadang
dalam satu bidang gambar dilukiskan berbagai peristiwa yang berlainan waktu.
Hal ini dalam tinjauan budaya dinamakan continous narrative, anak sudah bisa
memahami ruang dan waktu. Objek gambar yang dilukiskan banyak dan berulang
menggambarkan sedang dilakukan.
4. Masa Realisme Awal (Early
Realism)
Pada periode Realisme Awal, karya
anak lebih menyerupai kenyataan. Kesadaran perspektif mulai muncul, namun
berdasarkan penglihatan sendiri. Mereka menyatukan objek dalam lingkungan.
Selain itu kesadaran untuk berkelompok dengan teman sebaya dialami pada masa
ini. Perhatian kepada objek sudah mulai rinci. Namun demikian, dalam
menggambarkan objek, proporsi (perbandingan ukuran) belum dikuasai
sepenuhnya.
Pemahaman warna sudah mulai
disadari. Warna biru langit berbeda dengan biru air laut. Penguasan konsep
ruang mulai dikenalnya sehingga letak objek tidak lagi bertumpu pada garis
dasar, melainkan pada bidang dasar sehingga mulai ditemukan garis horizon.
Selain dikenalnya warna dan ruang, penguasaan unsur desain seperti keseimbangan
dan irama mulai dikenal pada periode ini.
Ada perbedaan kesenangan umum,
misalnya: anak laki-laki lebih senang kepada menggambarkan kendaraan, anak
perempuan kepada boneka atau bunga.
Gambar
3.6
Bunga
sering digambar oleh anak perempuan
Gambar
3.7
Gambar
pemandangan, upaya anak dalam meniru bentuk alam,
tampak
sudah mendekati kenyataan (realitas)
5. Masa Naturalisme Semu
Pada masa naturalisme semu,
kemampuan berfikir abstrak serta kesadaran sosialnya makin berkembang.
Perhatian kepada seni mulai kritis, bahkan terhadap karyanya sendiri.
Pengamatan kepada objek lebih rinci. Tampak jelas perbedaan anak-anak bertipe
haptic dengan tipe visual. Tipe visual memperlihatkan kesadaran rasa ruang,
rasa jarak dan lingkungan, dengan fokus pada hal-hal yang menarik perhatiannya.
Penguasaan rasa perbandingan
(proporsi) serta gerak tubuh objek lebih meningkat. Tipe haptic memperlihatkan
tanggapan keruangan dan objek secara subjektif, lebih banyak menggunakan
perasaannya. Gambar-gambar gaya kartun banyak digemari.
Gambar
3.8
Tokoh
kartun banyak digemari anak-anak
Ada sesuatu yang unik pada masa ini, di mana pada satu sisi anak ekspresi kreatifnya sedang muncul sementara kemampuan intelektualnya berkembang dengan sangat pesatnya. Sebagai akibatnya, rasio anak seakan-akan menjadi penghambat dalam proses berkarya. Apakah gambar ini seperti kucing? Sementara kemampuan menggambar kucing kurang misalnya. Sebagai akibatnya mereka malu kalau memperlihatkan karyanya kepada sesamanya.
6. Periode Penentuan
Pada periode ini tumbuh kesadaran
akan kemampuan diri. Perbedaan tipe individual makin tampak. Anak yang berbakat
cenderung akan melanjutkan kegiatannya dengan rasa senang, tetapi yang merasa
tidak berbakat akan meninggalkan kegiatan seni rupa, apalagi tanpa bimbingan.
Dalam hal ini peranan guru banyak menentukan, terutama dalam meyakinkan bahwa
keterlibatan manusia dengan seni akan berlangsung terus dalam kehidupan. Seni
bukan urusan seniman saja, tetapi urusan semua orang dan siapa pun tak akan
terhindar dari sentuhan seni dalam kehidupannya sehari-hari.
Gambar
3.10
Contoh
karya anak 17 Tahun
Pada tahap pertama, lebih banyak minat dan kegembiraan yang
dirangsang melalui gambar ke objek dan antara warna dan objek. Dalam tahap ini anak
– anak sering menggunakan warna untuk mencocokkn objek, namun setelah anak –
anak mulai menggunakan garis untuk menggambar bentuk gambar mereka, mereka
mulai mencocokkan objek bukan lagi karena warna. Pada tahap ini gambar sering
ada sedikit hubungan antara warna yang dipilih dan objek yang mewakili. Namun
bukan berarti warna tidak memiliki arti bagi anak – anak. Ditemukan beberapa
anak usia empat tahun, warna kuning dipih untuk menggambarkan kebahagiaan dan
warna coklat menggambarkan kesedihan, dengan objek gambar yang sama. Anak –
anak memiliki psikologi lebih dalam pemilihan warna, tetapi makana ini
cenderung sulit ditafsirkan oleh orang dewasa.
Arti Ruang
Representasi ruang dalam gambar berbeda secara luas, tidak
hanya tergantung pada individu tetapi juga budaya di lingkungannya.
Gambar anak pada tahap reprenstasi pertama menunjukkan
konsep yang berbeda dengan orang dewasa. Pada pandangannya ruang cenderung
dalam urutan acak, namun ketika dilihat lebih dalam ruang tergambar tentang apa
yang ada disekelilingnya. Konsep tata ruang dalam tahap ini, mengandung sesuatu
yang berkaitan dengan dirinya dan tubuhnya sendiri. Kadang – kadang disebut
ruang tubuh. Dan perubahan ruang dalam gambar kadang – kadang disebut dengan
objek.
Mengajarkan konsep orang dewasa kepada anak – anak pada
tahap ini bukan hanya akan membingungka tetapi akan merusak rasa percaya diri
dan kreatifitas anak.
3.
pencapaian
konsep bentuk: tahap skema/ masa
bagan 7 – 9 tahun
Meskipun semua gambar disebut skema, atau symbol, benda nyata
, dalam tahap ini skema sebagai konsep, dimana seorang anak mengulangi lagi dan
lagi setiap kali ada pengalaman yang tak disengaja dan mempengaruhi perubahan
konsep. Dalam tahap ini anak – anak menggambar sosok manusia dalam berbagai
cara, dan berubah dari hari ke hari berikutnya. Pada usia tujuh tahun gambar
sesosok manusia lebih dikenali dan memerankan bagian tubuh tergantung pada
pengetahuan mereka.
4.
realisme fajar:
usia geng/ masa realism awal 9 – 12 tahun
Pada usia ini sudah menunjukkan perkembangan kemandirian
social dari dominasi orang dewasa, pembelajaran strutrus social secara pribadi.
Pada usia ini adalah waktunya untuk berkelompok dari pada individu.
Penguasaan konsep ruang mulai dikenali, sehingga letak objek
tidak bertumpu pada garis dasar. Selain warna dan ruang, dalam tahap ini juga
mulai mengenal irama dan keseimbangan.
5.
Usia penalaran : masa naturalisme
semu 12 – 14 tahun
Kemampuan berpikir dan kesadaran social semakin
berkembang pesat. Pengamatan objek lebih rinci. Memperlihatkan rasa ruang dan
lingkungan, dan focus menurut sesuatu yang menarik baginya. Ekspresi kreatif
dan perkembangan intelektualnya semakin meningkat.
6. Tahap penentuan : usia 14 – 17 tahun
Pada tahap ini kesadaran tentang bakat semakin berkembang.
Anak yang berbakat dan menyukai seni akan terus melanjutkan dan mengembangkan
kreatifitasnya melalui bimbingan guru ataupu orang tuanya, berbeda dengan anak
yang tidak menyukai seni, maka ia akan mencari kegiatan lain yang disukainya.
Perkembangan Seni Rupa Anak
menurut Sir Cyril Burt adalah sebagai berikut :
1. Masa Corengan 2 – 5 tahun, meliputi goresan yang tak teratur
( 2 tahun), goresan teratur (3 tahun), goresan berdasarkan intuisi anak (4
tahun), goresan yang terlokalisir ( 5 tahun).
2. Masa Simbilisme diskriptif ( 6 tahun), seorang anak menamai
gambarnya meskipun tidak mirip dengan bentuk aslinya.
3. Masa realism deskriptif (7 – 8 tahun), pada usia ini anak
merasakan adana kenyataan dari apa yang dilihat, tetapi belum diungkapkan
dengan benar.
4. Masa visual realisme (9- 10 tahun), dimana anak mampu
menggambar bentuk dan warna objek cenderung mirip aslinya.
5. Masa perwujudan (11 – 14 tahun), gambar yang dibuat jauh
lebih mirip dengan objek asli, meskipun dengan proporsi yang tidak tepat.
6. Masa revival (15 – 17 tahun), pengungkapan dimensi ruang dan
kedalaman menjadi serius.
Rangkuman Gambaran Perkembangan
Kegiatan Menggambar Pada Anak dan Remaja
Sir Cyril Burt
|
Ruth Griffiths
|
Viktor lowenfeld dan W. Lambert Brittain
|
Amir Hamzah Nasution dan Oejeng
Soewargana
|
Masa Corengan (2 – 5 tahun)
|
Tahap goresan
|
Masa Corengan (2- 4 tahun)
|
Periode menggores (sampai usia 3
tahun)
|
Masa Perlambangan Terurai (5 – 6
tahun)
|
Tahap bentuk geometris kasar dan
garis
|
Masa Prabagan (4 – 7 tahun)
|
Periode skema (3 – 7 tahun)
|
Masa Realisme Terurai (7 – 8
tahun)
|
Tahap juxtaposisi
|
Masa Bagan (7 – 9 tahun)
|
Periode bentuk dan garis (7 – 9
tahun)
|
Masa Realisme Cerapan (9 – 10
tahun)
|
Tahap pemaduan bagian
|
Masa Realisme (9 -12 tahun)
|
Periode silhuet (9 – 10 tahun)
|
Masa Represif (11 -14 tahun)
|
Tahap representasi
|
Masa Naturalisme Semu (12 – 14
tahun)
|
Periode perspektif (10 – 14 tahun)
|
Masa Kebangkitan Rasa Artistik (
15 tahun)
|
Tahap pengembangan tema
|
Masa Kepastian (14 – 17 tahun)
|
Sumber : 1)Education Through Art, Herbert Read (1958); 2) Creative and Mental
Growth, Viktor Lowenfeld dan W.Lambert Brittain (1970); dan Pengantar Ilmu
Djiwa Kanak – Kanak, Naution dan Soewargana (1968)
Materi kuliah perkembangan peserta didik
teorisenigambar.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar